Macam-Macam Gaya Belajar
Kita
tidak bisa memaksakan seorang anak harus belajar dengan
suasanan dan cara yang kita inginkan karena masing masing anak memiliki tipe
atau gaya belajar
sendiri-sendiri. Kemampuan anak dalam menangkap materi dan pelajaran tergantung
dari gaya belajarnya.
Banyak
anak menurun prestasi belajarnya disekolah karena dirumah anak dipaksa belajar
tidak sesuai dengan gayanya. Anak akan mudah menguasai materi pelajaran dengan
menggunakan cara
belajar mereka masing-masing.
Menurut
DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap,
mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan
modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual
modality).
Pengertian Gaya Belajar dan Macam-macam Gaya Belajar
1. VISUAL (Visual Learners)
Gaya
Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan
pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan
terlebih dahulu agar mereka paham Gaya belajar seperti ini mengandalkan
penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada
beberapa karakteristik yang khas bagai orang-orang yang menyukai gaya belajar
visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu
(informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, kedua
memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, ketiga memiliki
pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima
terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran
secara lisan, ketujuh seringkali salah menginterpretasikan kata
atau ucapan.
- Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar
- Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi
- Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak
- Tak suka bicara didepan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain. Terlihat pasif dalam kegiatan diskusi.
- Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan
- Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan
- Dapat duduk tenang ditengah situasi yang rebut dan ramai tanpa terganggu
2.
AUDITORI (Auditory Learners )
Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan
pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar
seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap
informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian kita
bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua
informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara
langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
Ciri-ciri
gaya belajar Auditori yaitu
:
- Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam kelompok/ kelas
- Pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/ lagu di televise/ radio
- Cenderung banyak omong
- Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya
- Kurang cakap dalm mengerjakan tugas mengarang/ menulis
- Senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain
- Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas, dll
3.
KINESTETIK (Kinesthetic Learners)
Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan
individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu
agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa
melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima
informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja,
seseorang yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi tanpa harus
membaca penjelasannya.
Ciri-ciri
gaya belajar Kinestetik yaitu
:
- Menyentuh segala sesuatu yang dijumapinya, termasuk saat belajar
- Sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak
- Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: saat guru menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar
- Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar
- Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, symbol dan lambing
- Menyukai praktek/ percobaan
- Menyukai permainan dan aktivitas fisik
Demikianlah
macam-macam gaya belajar mudah-mudahan dapat menjadi bahan acuan kita untuk
menentukan cara belajar yang baik dan pas untuk kita sehingga mampu menyerap pelajaran dengan
baik. Nah sekarang mana gaya belajar anda atau anak anda?
Mengenal
Gaya Belajar Siswa
Setiap manusia yang lahir ke dunia
ini selalu berbeda satu sama lainnya. Baik bentuk fisik, tingkah laku, sifat,
maupun berbagai kebiasaan lainnya. Tidak ada satupun manusia yang memiliki
bentuk fisik, sifat dan tingkah laku yang sama walau kembar sekalipun.
Suatu hal yang perlu kita diketahui bersama adalah bahwa setiap manusia memiliki cara menyerap dan mengolah informasi yang diterimanya dengan cara yang berbeda satu sama lainnya, ini sangat tergantung pada gaya belajarnya. Karena gaya belajar setiap orang tidaklah sama, hal ini sangat tergantung pada faktor yang mempengaruhi individu itu sendiri baik secara internal maupun eksternal.
Suatu hal yang perlu kita diketahui bersama adalah bahwa setiap manusia memiliki cara menyerap dan mengolah informasi yang diterimanya dengan cara yang berbeda satu sama lainnya, ini sangat tergantung pada gaya belajarnya. Karena gaya belajar setiap orang tidaklah sama, hal ini sangat tergantung pada faktor yang mempengaruhi individu itu sendiri baik secara internal maupun eksternal.
Gaya
belajar merupakan sesuatu yang sangat penting dan sangat menentukan bagi
siapapun dalam melaksanakan tugas belajarnya baik di rumah, di masyarakat,
terutama di sekolah. Siapapun dapat belajar dengan lebih mudah, ketika ia
menemukan gaya belajar yang cocok dengan dirinya sendiri.
Sebagai seorang guru, kita harus dapat memahami masing-masing gaya belajar siswa kita, agar gaya mengajar kita betul-betul serasi. Tidak jarang kegagalan siswa di sekolah bukan karena kebodohannya, bisa jadi karena ketidak serasian gaya belajar antara guru dan siswanya.
Jika guru menyadari bahwa setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam menyerap dan mempelajari informasi. Tentu guru akan mengajar dengan berbagai cara yang berbeda atau mengajar dengan cara-cara yang lain dari metode mengajar yang standar. Dengan gaya mengajar yang berbeda-beda tentu sangat membantu bagi siswa dalam memahami informasi atau materi pelajaran yang disampaikan.
Sesungguhnya gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Kebanyakan kita belajar dengan banyak gaya, namun biasanya kita lebih menyukai satu cara dari pada berbagai cara yang ada.
Dalam teori perkembangan konvergensi dari William Stern dijelaskan bahwa perkembangan pribadi manusia itu dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal bawaan (herediter) dan faktor eksternal (lingkungan) dimana individu itu berada. Kedua faktor ini satu sama lainnya saling mempengaruhi terhadap pembentukan kepribadian.
Sehubungan dengan itu, maka dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan, agar bisa mencapai kualitas yang optimal harus memperhatikan kedua hal tersebut di atas yaitu keserasian antara faktor internal dan eksternal. Sejalan dengan teori konvergensi, seorang guru harus bisa mengetahui karakter siswanya dan berusaha untuk menciptakan suasana belajar mengajar yang sesuai dengan sifat dan tingkat kematangan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu konsep gaya belajar yang akomodatif terhadap kepentingan tersebut.
Rita Dunn, seorang pelopor gaya belajar banyak menemukan variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang yaitu: mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan. Misalnya: ada sebagian orang dapat belajar dengan baik jika cahaya terang, sedang sebagian yang lain dengan cahaya suram. Dan ada yang senang bila belajar secara berkelompok, sedang yang lain senang memilih figur otoriter, seperti orangtua, atau guru, dan yang lain lagi senang dan lebih efektif bila belajar secara sendiri. Juga ada yang belajar dengan mendengar musik sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat konsentrasi, kecuali dalam suasana sepi. Bahkan ada yang belajar dengan lingkungan yang teratur dan rapi, tetapi lebih suka menggelar segala sesuatunya agar semua terlihat (Bobbi Deporter, 2004).
Sebagai seorang guru, kita harus dapat memahami masing-masing gaya belajar siswa kita, agar gaya mengajar kita betul-betul serasi. Tidak jarang kegagalan siswa di sekolah bukan karena kebodohannya, bisa jadi karena ketidak serasian gaya belajar antara guru dan siswanya.
Jika guru menyadari bahwa setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam menyerap dan mempelajari informasi. Tentu guru akan mengajar dengan berbagai cara yang berbeda atau mengajar dengan cara-cara yang lain dari metode mengajar yang standar. Dengan gaya mengajar yang berbeda-beda tentu sangat membantu bagi siswa dalam memahami informasi atau materi pelajaran yang disampaikan.
Sesungguhnya gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Kebanyakan kita belajar dengan banyak gaya, namun biasanya kita lebih menyukai satu cara dari pada berbagai cara yang ada.
Dalam teori perkembangan konvergensi dari William Stern dijelaskan bahwa perkembangan pribadi manusia itu dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal bawaan (herediter) dan faktor eksternal (lingkungan) dimana individu itu berada. Kedua faktor ini satu sama lainnya saling mempengaruhi terhadap pembentukan kepribadian.
Sehubungan dengan itu, maka dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan, agar bisa mencapai kualitas yang optimal harus memperhatikan kedua hal tersebut di atas yaitu keserasian antara faktor internal dan eksternal. Sejalan dengan teori konvergensi, seorang guru harus bisa mengetahui karakter siswanya dan berusaha untuk menciptakan suasana belajar mengajar yang sesuai dengan sifat dan tingkat kematangan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu konsep gaya belajar yang akomodatif terhadap kepentingan tersebut.
Rita Dunn, seorang pelopor gaya belajar banyak menemukan variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang yaitu: mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan. Misalnya: ada sebagian orang dapat belajar dengan baik jika cahaya terang, sedang sebagian yang lain dengan cahaya suram. Dan ada yang senang bila belajar secara berkelompok, sedang yang lain senang memilih figur otoriter, seperti orangtua, atau guru, dan yang lain lagi senang dan lebih efektif bila belajar secara sendiri. Juga ada yang belajar dengan mendengar musik sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat konsentrasi, kecuali dalam suasana sepi. Bahkan ada yang belajar dengan lingkungan yang teratur dan rapi, tetapi lebih suka menggelar segala sesuatunya agar semua terlihat (Bobbi Deporter, 2004).
Michael
Grinder, pengarang Righting Education Conveyor Belt, mencatat ada tiga
modalitas belajar yaitu Visual, Auditorial dan Kinestik. Modalitas belajar
visual yaitu belajar dengan cara melihat (menggunakan mata), modalitas belajar
auditorial yaitu belajar dengan cara mendengar (menggunkan telinga), sedangkan
modalitas kinestik yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh
(menggunakan tangan).
Sebelum proses pembelajaran, sebaiknya langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah mengenali modalitas seseorang siswa apakah sebagai modalitas visual, auditorial atau kinestik. Orang visual belajar akan lebih baik melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditorial akan lebih mengerti melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestik belajar lewat gerak dan sentuhan. Walaupun masing-masing dari mereka belajar dengan menggunakan ketiga modalitas ini, pada tahapan tertentu kebanyakan akan lebih cenderung pada salah satu diantara ketiganya.
Untuk dapat mengenali dengan baik, berikut ini diuraikan ciri-ciri perilaku yang cocok dengan modalitas belajar seseorang:
1. Orang Visual
a. Rapi dan teratur
b. Berbicara dengan cepat
c. Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
d. Teliti terhadap hal-hal yang detail
e. Mementingkan penampilan baik dalam hal pakaian atau presentasi
f. Mengeja dengan baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka
g. Mengingat apa yang dilihat, dari pada yang didengar
h. Mengingat dengan asosiasi visual
i. Biasanya tidak terganggu oleh keributan
j. Membaca cepat dan tekun
k. Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara ditelpon dan dalam rapat
2. Orang Auditorial
a. Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
b. Mudah terganggu dengan keributan
c. Menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
d. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
e. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada atau irama
f. Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
g. Berbicara dalam irama yang terpola
h. Biasanya berbicara fasih
i. Lebih suka musik dari seni
j. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat
k. Lebih suka gurauan lisan dari pada membaca komik
3. Orang Kinestik
a. Berbicara dengan perlahan
b. Menanggapi perhatian fisik
c. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
d. Berdiri dekat, ketika berbicara dengan orang
e. Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
f. Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
g. Belajar melalui manipulasi dan praktik
h. Menghafal dengan berjalan
i. Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
j. Banyak menggunakan isyarat tubuh
k. Tidak dapat duduk diam dalam waktu lama
Sebelum proses pembelajaran, sebaiknya langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah mengenali modalitas seseorang siswa apakah sebagai modalitas visual, auditorial atau kinestik. Orang visual belajar akan lebih baik melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditorial akan lebih mengerti melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestik belajar lewat gerak dan sentuhan. Walaupun masing-masing dari mereka belajar dengan menggunakan ketiga modalitas ini, pada tahapan tertentu kebanyakan akan lebih cenderung pada salah satu diantara ketiganya.
Untuk dapat mengenali dengan baik, berikut ini diuraikan ciri-ciri perilaku yang cocok dengan modalitas belajar seseorang:
1. Orang Visual
a. Rapi dan teratur
b. Berbicara dengan cepat
c. Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
d. Teliti terhadap hal-hal yang detail
e. Mementingkan penampilan baik dalam hal pakaian atau presentasi
f. Mengeja dengan baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka
g. Mengingat apa yang dilihat, dari pada yang didengar
h. Mengingat dengan asosiasi visual
i. Biasanya tidak terganggu oleh keributan
j. Membaca cepat dan tekun
k. Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara ditelpon dan dalam rapat
2. Orang Auditorial
a. Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
b. Mudah terganggu dengan keributan
c. Menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
d. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
e. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada atau irama
f. Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
g. Berbicara dalam irama yang terpola
h. Biasanya berbicara fasih
i. Lebih suka musik dari seni
j. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat
k. Lebih suka gurauan lisan dari pada membaca komik
3. Orang Kinestik
a. Berbicara dengan perlahan
b. Menanggapi perhatian fisik
c. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
d. Berdiri dekat, ketika berbicara dengan orang
e. Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
f. Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
g. Belajar melalui manipulasi dan praktik
h. Menghafal dengan berjalan
i. Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
j. Banyak menggunakan isyarat tubuh
k. Tidak dapat duduk diam dalam waktu lama
Menurut Seels & Richey (Asri
Budiningsih, 2004: 16), karakteristik siswa merupakan bagian-bagian pengalaman
siswa yang berpengaruh pada keefektifan proses belajar. Pemahaman tentang
karakteristik siswa bertujuan untuk mendeskripsikan bagian-bagian kepribadian
siswa yang perlu diperhatikan untuk kepentingan rancangan pembelajaran.
Karakteristik siswa pada dasarnya dapat diidentifikasi dari berbagai sudut pandang antara lain: kemampuan awal siswa, latar belakang budaya siswa, pengalaman belajar siswa, gaya belajar siswa, dan sebagainya. Dalam kajian ini salah satu karakteristik belajar siswa yang akan dikaji karena dipandang cukup penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar siswa adalah karakteristik gaya belajar siswa.
Menurut Gunawan (2003: 139) gaya belajar adalah cara yang lebih disukai seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan memahami suatu informasi. Sebagai misal, ketika kita ingin mempelajari tentang tanaman, kita mungkin lebih senang jika belajar melalui video, mendengarkan ceramah, membaca buku, atau lebih senang belajar melalui cara bekerja langsung di Perkebunan atau mengunjungi kebun raya. Sementara menurut S. Nasution (2003: 93), Gaya belajar merupakan cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir dan memecahkan soal. Sedang menurut DePorter & Hernacki (1999), Gaya belajar seseorang merupakan kombinasi dari bagaimana ia menyerap informasi, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi tersebut.
Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar merupakan cara yang konsisten yang lebih disukai seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, menyerap informasi, memproses atau mengolah dan memahami suatu informasi serta mengingatnya dalam memori. Dengan demikian efektif tidaknya suatu proses pembelajaran akan sangat terkait antara metode dan media pembelajaran yang digunakan guru dengan kecenderungan gaya belajar siswanya.
Karakteristik gaya belajar seseorang cukup berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajarnya. Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan mengunakan gaya belajar mereka yang dominan, ternyata mampu mencapai nilai tes yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat S. Nasution (2003: 93) yang mengemukakan bahwa: ”setiap metode mengajar bergantung pada cara atau gaya siswa belajar, pribadinya serta kesanggupannya.” Dengan demikian, guru dalam mengajar hendaknya memperhatikan gaya belajar atau ”learning style” siswa, yaitu cara siswa bereaksi dan menggunakan stimulus- stimulus yang diterima dalam proses pembelajaran.
Menurut Rita Dunn (DePorter & Hernarcki, 1999), ada banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang diantaranya mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Sesuai dengan pendapat tersebut, Adi W. Gunawan (2003: 141) menyatakan bahwa pada dasarnya gaya belajar setiap orang merupakan kombinasi dari semua lima gaya belajar berikut ini:
Karakteristik siswa pada dasarnya dapat diidentifikasi dari berbagai sudut pandang antara lain: kemampuan awal siswa, latar belakang budaya siswa, pengalaman belajar siswa, gaya belajar siswa, dan sebagainya. Dalam kajian ini salah satu karakteristik belajar siswa yang akan dikaji karena dipandang cukup penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar siswa adalah karakteristik gaya belajar siswa.
Menurut Gunawan (2003: 139) gaya belajar adalah cara yang lebih disukai seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan memahami suatu informasi. Sebagai misal, ketika kita ingin mempelajari tentang tanaman, kita mungkin lebih senang jika belajar melalui video, mendengarkan ceramah, membaca buku, atau lebih senang belajar melalui cara bekerja langsung di Perkebunan atau mengunjungi kebun raya. Sementara menurut S. Nasution (2003: 93), Gaya belajar merupakan cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir dan memecahkan soal. Sedang menurut DePorter & Hernacki (1999), Gaya belajar seseorang merupakan kombinasi dari bagaimana ia menyerap informasi, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi tersebut.
Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar merupakan cara yang konsisten yang lebih disukai seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, menyerap informasi, memproses atau mengolah dan memahami suatu informasi serta mengingatnya dalam memori. Dengan demikian efektif tidaknya suatu proses pembelajaran akan sangat terkait antara metode dan media pembelajaran yang digunakan guru dengan kecenderungan gaya belajar siswanya.
Karakteristik gaya belajar seseorang cukup berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajarnya. Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan mengunakan gaya belajar mereka yang dominan, ternyata mampu mencapai nilai tes yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat S. Nasution (2003: 93) yang mengemukakan bahwa: ”setiap metode mengajar bergantung pada cara atau gaya siswa belajar, pribadinya serta kesanggupannya.” Dengan demikian, guru dalam mengajar hendaknya memperhatikan gaya belajar atau ”learning style” siswa, yaitu cara siswa bereaksi dan menggunakan stimulus- stimulus yang diterima dalam proses pembelajaran.
Menurut Rita Dunn (DePorter & Hernarcki, 1999), ada banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang diantaranya mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Sesuai dengan pendapat tersebut, Adi W. Gunawan (2003: 141) menyatakan bahwa pada dasarnya gaya belajar setiap orang merupakan kombinasi dari semua lima gaya belajar berikut ini:
- Lingkungan
suara, cahaya, temperatur, desain - Emosi
motivasi, keuletan, tanggung jawab, struktur - Sosiologi
sendiri, berpasangan, kelompok, tim, dewasa, bervariasi - Fisik
cara pandang, pemasukan, waktu, mobilitas - Psikologis
global/analitik, otak kiri-otak kanan, implusif/reflektif.
Ada beberapa pendekatan yang dilakukan para ilmuwan pembelajaran untuk mengidentifikasi gaya belajar siswa, namun dari berbagai pendekatan yang ada menurut Gunawan (2003: 142) yang paling populer dan sering digunakan saat ini ada tiga yaitu:
- Pendekatan berdasarkan preferensi sensori: visual, auditori dan kinestetik.
- Profil kecerdasan multiple intelegensi yang dikembangkan oleh Howard Gardner, yaitu: linguistik, logika/matematika, interpersonal, intrapersonal, musik, naturalistik, spasial dan kinestetik.
- Preferensi kognitif yang dikembangkan oleh Dr. Anthony Gregorc. Gregorc yang membagi kemampuan mental menjadi empat kategori yaitu: konkret- sekuensial, abstrak-sekuensial, konkrit-acak, dan abstrak-acak.
Daftar Pustaka
- Adi W. Gunawan. 2003. Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
- Asri Budiningsih. 2004. Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
- DePorter, B. & Hernacki, M. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. (terjemahan Alwiyah Abdurrahman). Bandung: Kaifa (Buku asli diterbitkan tahun 1992).
Gaya Belajar Siswa Menurut David Kolb
Permendiknas
No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses mengisyaratkan bahwa dalam proses
pembelajaran, seorang guru seyogyanya dapat memperhatikan karakteristik
siswanya. Karakteristiktik siswa sesungguhnya memiliki cakupan yang luas. Salah
satu karakteristik siswa yang perlu diperhatikan guru dan akan mewarnai
terhadap efektivitas belajar dan pembelajaran yaitu berkenaan dengan gaya
belajar siswa.
Secara sederhana, gaya belajar siswa atau student learning style
dapat diartikan sebagai karakteristik kognitif, afektif, dan perilaku
psikologis seorang siswa tentang bagaimana dia memahami sesuatu, berinteraksi
dan merespons lingkungan belajarnya, yang bersifat unik dan relatif
stabil.
Dalam berbagai literatur tentang belajar dan
pembelajaran, kita akan menjumpai sejumlah konsep tentang gaya belajar
siswa, dan salah satunya adalah gaya belajar sebagaimana dikemukakan
oleh David Kolb, salah seorang ahli pendidikan dari Amerika Serikat, yang
mempopulerkan teori belajar “Experiential Learning” .
Kolb mengklasifikasikan Gaya Belajar Siswa ke dalam
empat kecenderungan utama yaitu:
- Concrete Experience (CE). Siswa belajar melalui perasaan (feeling), dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Siswa melibatkan diri sepenuhnya melalui pengalaman baru, siswa cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
- Abstract Conceptualization (AC). Siswa belajar melalui pemikiran (thinking) dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Siswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat, dengan mengandalkan pada perencanaan yang sistematis.
- Reflective Observation (RO). Siswa belajar melalui pengamatan (watching), penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Siswa akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk opini/pendapat, siswa mengobservasi dan merefleksi pengalamannya dari berbagai segi.
- Active Experimentation (AE). Siswa belajar melalui tindakan (doing), cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Siswa akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya. Siswa menggunakan teori untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan .
Selanjutnya Kolb mengemukakan, bahwa setiap
individu tidak didominasi oleh satu gaya belajar tertentu secara absolut,
tetapi cenderung membentuk kombinasi dan konfigurasi gaya belajar
tertentu, yang diklasifikasikannya ke dalam 4 (empat) tipe:
Tipe 1. Diverger.
Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience
(CE) dan Reflective Observation (RO), atau dengan kata lain
kombinasi dari perasaan (feeling) dan pengamatan (watching).
Siswa dengan tipe Diverger memiliki keunggulan dalam kemampuan imajinasi dan
melihat situasi kongkret dari banyak sudut pandang yang berbeda, kemudian
menghubungkannya menjadi sesuatu yang bulat dan utuh. Pendekatannya pada setiap
situasi adalah “mengamati” dan bukan “bertindak”. Siswa seperti ini
menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide dan
gemar mengumpulkan berbagai informasi, menyukai isu tentang kesusastraan,
budaya, sejarah, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Mereka biasanya lebih banyak
bertanya “Why?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk
menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai Motivator.
Tipe 2. Assimilator.
Tipe kedua ini perpaduan antara Abstract
Conceptualization (AC) dan Reflective Observation
(RO) atau dengan kata lain kombinasi dari pemikiran (thinking)
dan pengamatan (watching). Siswa dengan tipe Assimilator memiliki
keunggulan dalam memahami dan merespons berbagai sajian informasi serta
mengorganisasikan merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat, dan
jelas. Biasanya siswa tipe ini cenderung lebih teoritis, lebih
menyukai bekerja dengan ide serta konsep yang abstrak, daripada bekerja
dengan orang. Mata pelajaran yang yang diminatinya adalah bidang sains
dan matematika. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “What?”.
Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah
sebagai seorang Expert.
Tipe 3. Converger.
Tipe ini perpaduan antara Abstract
Conceptualization (AC) dan Reflective Observation
(RO) atau dengan kata lain kombinasi dari berfikir (thinking) dan
berbuat (doing). Siswa mampu merespons terhadap berbagai peluang
dan mampu bekerja secara aktif dalam setiap tugas yang terdefinisikan
secara baik. Siswa gemar belajar bila menghadapi soal dengan
jawaban yang pasti, dan segera berusaha mencari jawaban yang tepat.
Dia mau belajar secara trial and error hanya dalam lingkungan yang
dianggapnya relatif aman dari kegagalan.
Siswa dengan tipe Converger unggul dalam menemukan
fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan
yang baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga
cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif). Dia cenderung tidak
emosional dan lebih menyukai bekerja yang berhubungan dengan benda dari pada
manusia, masalah sosial atau hubungan antar pribadi.
Mata pelajaran yang yang diminati adalah bidang
IPA dan teknik. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “How?”.
Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai
seorang Coach, yang dapat menyediakan praktik
terbimbing dan dapat memberikan umpan balik yang tepat.
Tipe 4. Accomodator
Tipe ini perpaduan antara Concrete
Experience (CE) dan Active Experimentation (AE) atau
dengan kata lain kombinasi antara merasakan (feeling)
dengan berbuat (doing). Siswa tipe ini senang mengaplikasikan materi
pelajaran dalam berbagai situasi baru untuk memecahkan berbagai masalah nyata
yang dihadapinya. Kelebihan siswa tipe ini memiliki kemampuan belajar yang baik
dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat
rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru yang menantang.
Dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia
(untuk mendapatkan masukan/informasi) dibanding analisa teknis. Mereka
cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi/dorongan hati daripada
berdasarkan analisa logis, sering menggunakan trial and error dalam
memecahkan masalah, kurang sabar dan ingin segera bertindak. Bila ada teori
yang tidak sesuai dengan fakta cenderung untuk mengabaikannya. Mata pelajaran
yang disukainya yaitu berkaitan dengan lapangan usaha (bisnis) dan teknik.
Mereka biasanya lebih banyak bertanya “What
if?”. Peran dan fungsi guru dalam berhadapan dengan siswa tipe
ini adalah berusaha menghadapkan siswa pada “open-ended questions”,
memaksimalkan kesempatan siswa untuk mempelajari dan menggali
sesuatu sesuai pilihannya. Penggunaan Metode Problem-Based
Learning tampaknya sangat cocok untuk siswa tipe yang
keempat ini.
salam sukses, angin timur
director of change
Mulia Raja Lubis (edan.raja@yahoo.com/
angin.raja20@yahoo.com)
semoga
bermanfaat buat semuanya.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
menggapai asa dalam kesempatan dan kemauan
mentukan pilihan yg ada dengan bijak dan makna
karena pilihan adalah awal dari perjalanan panjang