Translate

Senin, 25 Oktober 2010

MANAJEMEN ORGANISASI KEBERAGAMAN KULTUR

BAB I
PENDAHULUAN

Ide untuk memandang organisasi sebagai kultur dimana terdapat sebuah sistm makna yang dimiliki bersama oleh para anggitanya meru[pakan sebuah fenomena yang realtif baru. Hingga pertengahan 1980-an, prganiasi , sebahagian besarnya dianggap sebagai sarana rasional untuk mengordinasi dan mengendalikan sekelompok orang. Dulu organisasi memiliki tingkatan-tingkatan vertikal, berbagai departemen, hubungan kewenangan, dan sebagainya.
Tetapi kini organisai lebih dari pada itu. Kini organisai juga memiliki kepribadian seperti orang. Organisasi bisa kaku ataupun fleksibel, tidak ramah ataupun sportif, inovatif ataupun konservatif. Kantor general elektrik dan orang-orangnya berbeda dengan kantor dan orang-orang di general mills.
Harvad dan IMT (massachussettes institute of technologi, penerj). Bergerak di dunia bisnis yang sama pendidikan dan hanya terpisah selebar sungai charles, tetapi masing-masing memiliki perasaan dan karakter yang unik melampaui karakteristik strukturalnya. Para ahli teori organisasi kini mengakui hal ini dengan mengenali peran penting yang dimainkan oleh kultur dalam kehidupan anggota-anggota organisai. Namun yang menarik asal-usul kultur sebagai sebuah variablel independent yang mempengaruhi sikap dan prilaku seseorang karyawan dapat ditelusuri kebelakang lebih dari 50 tahun yang lalu., lalu kegagasan tentang isnstitusionalisasi.
Ketika terlembagkan, suatu organisasi menjalani kehidupannya sendiri, terpisah dari apra pendirinya atau anggota-anggotanya. Ross perot mendirikan electronic data system pad awal 1960-an, tetapi meninggalkannya pada tahun 198 untuk mendirikan sebuah perusahaan baru yaitu perot system. EDS terus berkembang meskipun ditinggal pergi pendirinya. Sony, Gillete, Mc. Donalls, da Disney dalah contoh-contoh organisasi yang tatap eksis melampaui kehidupan para pendiri mereka ataupau anggota mereka bahkan siapa pun ia.
Selain itu begituy terlembagakan sebuah organisasi menjadi bernilai bagi dirinya, tidak hanya untuk barang atau jasa yang diprodiuksinya. Organisasi mendapatkan imortalitasnya. Jika tujuan semulanya tidak kagi relevan organisasi tidak keluar dari bisnis tetapi justru meredevinisi drinya. Contoh klasik adalah March of Dimes. Semula organisasi ini doibrntuk untuk mendanai perjuangan melawan polia. Ketka polio secara esensisal sudah hilang sejak 1950-an, march of dimes tidak gulung tikar ia hanya meredevenisi sasarannya sebagai penyandang dana riset untiuk mengurangi cacat lahir dan menurunkan tingkat kematian bayi.


BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Apakah kultur organisasi itu?
Beberapa tahun lalu, seorang eksekutif ditanya mengenai kultur organisasi, menurutnya, pada intinya ia memberikan jawaban yang sama dengan yang pernah diberikan oleh mahkamah agung dalam upaya mendefenisikan kultur organisasi: “saya tidak dapat mendefenisikannya, tetapi saya dapat mengetahuinya ketika saya melihatnya.“ Pendekatan eksekutif ini dalam mendefenisikan kultur organisasi tidak dapat diterima untuk tujuan kita. Kita membutuhkan defenisi dasar untuk memberikan titik keberangkatan pencarian kita guna memahami fenomena ini secara lebih baik. Kami mengusulkan sebuah defenisi spesifik dan mengulas beberapa isu periferal yang berkembang diseputar defenisi ini.
Kiranya ada kesepakatan yang luas bahwa kultur organisasi mengacu kepada sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya.
Sistem makna bersama ini ketika dicermati secara lebih seksama adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat kultur organisasi.
1. inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
2. perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan posisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal yang detail
3. orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada tekhnik dan proses yang digunakan untuk mencpai hasil tersebut.
4. orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.
5. orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada individu.
6. keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7. stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegitan organisai menekankan dipertaankan status Quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

B. KULTUR ADALAH SUATU ISTILAH DESKRIPTIF
Kultur organisai berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik kultur suatu organisasi, bukan dengan pakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak. Kultur organisasi adalah suatu istilah deskriptif. Ini penting karena hal ini membedakan konsep ini dari konsep kepuasan kerja.
Penelitian mengenai kultur organisai berupaya mengkur bagaimana karyawan menamdang organisasi mereka:
Apakah mendorong kerja tim?
APakah menghargai inovasi?
Apakah menekan inisiatif?
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respon afektif terhadap lingkungan kerja. Kepuasan kerja berubungan dengan bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan dan sebagainya. Meskipun kedua istilah itu tidak disangsikan lagi memiliki karakteristik yang tumpang tindih, harus ingat bahwa kultur organisai bersifat deskriptif sementara kepuasan kerja bersifat evaluatif.

C.KULTUR YANG DIMILIKI SETIAP ORGANISASI
Kultur organsasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para angota organisasi. Ini menjadi jelas manakalan kita mendefenisikan kultur sebgai sebuah sistem makana bersama. Karena itu, kita bisa berharap bahwa individu-individu yang memilki latr belakang yang berbeda, atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami kultur organisasi dengan pengertian yang serupa.
Namun, pengakuan bahwa kultur oeganisai memilki pengertian yang sama, tidak berarti bahwa tidak dimungkinkan adanya subkultur didalam kultur tertentu. Sebahagian besar organisasi memiliki kultur dominan yang banyak subkultur.
Sebuah kultur dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimilki bersama oleh mayoritas anggota organisasi. Ketika berbicara tentang kultur sebuah organisai kita merujuk pada dominannya. Inilah pandangan makro terhadap kultur yang memberikan kepribadian tersendiri kepada sebuah organisai. Subkuktur cendrung berkembang didalam organisai besar untuk merefleksikan masalah, situasi, ataupun pngalamaan bersama yang dihadapi oleh para anggota. Berbagai subkuktur ini mungkin muncul di tingkat departmen dan disebabkan oleh faktor geografis,
Departemen pembelian misalnya, dapat memilki sebuah subkultur yang dimiliki bersama secara unik oleh anggota-anggota departemen. Subkultur itu mencakup nilai-nilai inti dari kultur dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik bagi anggota pembelian itu.
Demikian pula sebuah kantor unit organisasi yang secara fisik terpisah dari kantor utama organisasi mungkin memilki kepribadian yang berbeda. Lagi-lagi nilai inti tetap dipertahankan, tatapi dimodifikasi untuk mencerminkan sitauasi unik dari unit yang terpisah itu.
Jika organisasi tidak memiliki kultur dominan dan hanya tersusun atas banyak subkultur, nilai kultur organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan prilaku yang semestinya dan prilaku yang tidak semestinya. Aspek ”makna bersama“ dari kultur inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk prilaku. Itulah yang memungkinkan kita mengatakan, misalnya, bahwa kultur microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan resiko
Dan selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami prilaku dari para eksekutif dan karyawan microsoft. Tetapi, kita tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa banyak organisasi juga memiliki berbagai subkultur yang tidak diragukan bisa mempengaruhi prilaku anggota-anggotanya.

D. PENGARUH KULTUR ORGANISASI
Kita telah sedikit menyinggung mengenai dampak kultur organisasi terhadap prilaku. Secara eksplisit, kita juga menyatakan bahwa kultur yang kuat terkait erat dengan rendahnya tingkat perputaran karyawan. Dalam bagian ini, kita akan mengulas secara lebih seksama fungsi-fungsi yang dijalankan oleh kultur dan menilai apakah kultur bisa merugikan sebuah organisasi.

E. FUNGSI KULTUR
Kultur memiliki sejumlah fungsi dalam sebuah organisasi. Pertama, hal ini berperan sebagai penentu batas-batas ; artinya, kultur menciptakan perbedaan atas distingsi antara satu organisai dengan organisasi lainnya. Kedua, hal ini ,memuat rasa identitas anggota organisasi. Ketiga, kultur memfasilitasi komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar dari pada kepentingan individu. Keempat, kultur meningkatkan stabilitas sistem sosial. Kultur adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan. Terakhir, kultur bertindak sebagai mekanisme sense –making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan prilaku karyawan. Fungsi terakhir ini lah yang paling menarik bagi kita. Sebagaimana dijelaskan oleh kutipan berikut, kultur mendefenisikan aturan main:

F. MEMPERTAHANKAN KELANGUNGAN KULTUR ORGANISASI.
Ketia suatu kultur sudah terbentuk, dibutuhkan praktik – praktik didalam organisasi yang berfungsi memeliharanya dengan cara membuat karyawan memiliki pengalaman yang sama. Sebagai contoh, banyak praktek pengembangan sumber daya manusia yang merupakan upaya untuk memperkuat kultur organisasi. Proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, kegiatan pelatihan dan pengembangan, dan prosedur promosi memastikan bahwa mereka yang direkrut sesuai dengan kultur yang ada, memberi imbalan mereka yang mendukungnya, dan memberi sanksi (dan bahkan mendepak) mereka yang menentangnya. Ada tiga hal yang memainkan peran penting dalam mempertahankan sebuah kultur: praktik seleksi, tindakan menejemen puncak, dan metode sosialisasi. Mari kita amati masing-masing secara lebih seksama.
1. peraktek seleksi, tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah mengidentifakasi dan menrenkrut individu-individu yang memiliki pengetahuan,keterampilan dan kemampuan untuk berhasil menjalankan pekerjaan di dalam organisasi.
Biasanya,ada lebih dari satu calon yang memenuhi persyaratan kerja yang ditentukan yang teridentifikasi.ketika hal itu terjadi,naif untuk mengabaikan fakta bahwa keputusan akhir mengenai siapa yang direkrut akan banyak di pengaruhi oleh penilaian pengambil keputusan menyangkut seberapa cocok seorang calon dengan organisasi.upaya untuk memastikan kesesuaian ini entah disengaja atau tidak,menghasilkan rekrutan yang memegang nilai-nilai yang pada intinya selaras dengan nilai-nilai organisasi,atau paling tidak beberapa bagian dari nilai-nilai itu.
2. manajemen puncak,tindakan ini juga memiliki dampak besar terhadap kultur organisasi. Melalui apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku,para eksekutif senior memantapkan norma-norma yang berlaku di organisasi sejauh mana pengambilan resiko diharapkan, seberapa banyak kebebasan yang para manajer harus berikan kepada karyawan mereka.
3. metode sosialisasi,tak peduli seberapa baik pekerjaan yang dilakukan organisasi dalam melakukan perekrutan dan seleksi karyawan baru tidak sepenuhnya memahami untuk masuk kedalam organisasi.karena itu organisasi mesti membantu para karyawan baru terhadap kulturnya,dan proses ini disebut sosialisasi.



KESIMPULAN

Ide untuk memandang organisasi sebagai kultur dimana terdapat sebuah sistm makna yang dimiliki bersama oleh para anggitanya meru[pakan sebuah fenomena yang realtif baru. Hingga pertengahan 1980-an, prganiasi , sebahagian besarnya dianggap sebagai sarana rasional untuk mengordinasi dan mengendalikan sekelompok orang
kultur organisasi mengacu kepada sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya
Kultur organisai berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik kultur suatu organisasi, bukan dengan pakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak





DAFTAR PUSTAKA

M.A.SIDERS, “ ORGANIZATIONAL CULTURE : LEADER ROLES, BEHAVIORS, AND REINFORCEMENT MECHANISME,”JOURNAL OF BUSINESS & PSYCHOLOGY, MUSIM PANAS 1999

B.SCHNEIDRR.THE PEOPLE MAKE THE PLACE.PERSONEL PSYCHOLOGY.1987

H. M. TRICE.CULTUR LEADERSHIP IN ORGANIZATION. ORGANIZATION SCIENCE.MAY,1991

L.L. CUMMINGS (EDS), RESEACH IN ORGANIZATIONAL BEHAVIOR, VOL. 18.GREENWICH, CT:: JAI PRESS, 1996

J. MARTIN. CULTURAL CHANGE. ยช INTEGRATION OF THREE DIFFERENT VIEWS. JOURNAL OF MANAJEMENT STUDIES. NOVEMBER 1987

E. A. MANNIX. LEADING AND MANAGING PEOPLE IN THE DYNAMIC ORGANIZATION. MAHWAH N J ERRBAUN. ASSOSIATEST.2003

S.HAMM,”NO LETUP-AND NO APOLOGIES,” BUSINESS WEEK, 26 OKTOBER 1998

EH. SCHEIN. ORGANIZATIONAL CULTUR AND LEADERSHIP. SANS FRANSISCO.: JOSSYE BASS. 1985

NM. ASHKANASY. HANDBOOK OF ORGANIZATIONAL CULTURE AND CLIMATE. THOUSAND OAKS C.A SAGE. 2000

P.SELZNIK.”FOUNDATION OF THE THEORY OF ORGANIZATION.” AMERICAN SOCIOLOGICAL REVIUW, FEBRUARI 1948:25-35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

menggapai asa dalam kesempatan dan kemauan
mentukan pilihan yg ada dengan bijak dan makna
karena pilihan adalah awal dari perjalanan panjang